Welcome to My Blog

Jumat, 25 Maret 2011

Manusia dan Penderitaan

Manusia dan Penderitaan

Penderitaan. Penderitaan merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan bagi sebagian orang, namun bagi sebagian lainnya, penderitaan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk kehidupan di ke depannya. Benarkah dalam penderitaan terkandung kebahagiaan, atau dalam kebahagiaan terkandung penderitaan ? Dua pengertian yang bertolak belakang. Jika seseorang menerima upah karena bekerja, maka, apakah dapat dikatakan bekerja sebagai penderitaan dan upah sebagai kebahagiaan ? Upah dapat berupa uang, prestasi, penghargaan, kemampuan yang meningkat, atau yang lain yang merupakan buah penderitaan, atau sesuatu yang dapat dibanggakan. Betapa bangganya seorang pahlawan ketika perjuangan dengan pahlawan yang lain menghasilkan kemerdekaan bagi negerinya dan tidak bagi dirinya sendiri selain kebahagian pribadi.

Sama seperti upah, tidak ada penderitaan yang harus dilihat secara berlebihan jika itu terjadi dengan sendirinya akibat hubungan sebab akibat. Narapidana adalah kenyataan logis dari hubungan tersebut. Demikian juga dengan prestasi yang didapat seorang juara. Keberhasilan seorang pengusahaan dan lain-lain. Tidak ada seorangpun menginginkan penderitaan akibat buah perbuatan orang lain. Karena itu bukan sebagai resiko dalam hubungan sebab akibat. Setidaknya akan terjadi penolakan terhadap penderitaan tersebut tanpa perlu memberlakukan etika. Berbeda dengan kebahagiaan yang diakibatkan orang lain. Bahkan dapat terjadi tanpa mempertimbangkan asal usul kebahagiaan, kebahagiaan itu diterima saja. Bukan tujuan pemberian kebahagiaan. Adalah sulit menerima jika ada yang bersedia menerima penderitaan yang harusnya diderita oleh orang lain. Bahkan, atau lucunya, jika penerimaan penderitaan tidak tidak diterima oleh ukuran tertentu, atau bukan karena penilaian penerimaan penderitaan itu, tetapi tidak bersedia mengikuti sikap penerimaan penderitaan.

Penderitaan dan kenikmatan muncul karena alasan “saya suka itu” atau “sesuatu itu menyakitkan”. Kenikmatan dirasakan apabila yang dirasakan sudah didapat, dan penderitaan dirasakan apabila sesuatu yang menyakitkan menimpa dirinya. Aliran yang ingin secara mutlak menghindari penderitaan adalah hedonisme, yaitu suatu pandangan bahwa kenikmatan itu merupakan tujuan satu-satunya dari kegiatan manusia, dan kunci menuju hidup baik. Penafsiran hedonisme ada dua macam, yaitu:

1. Hedonisme psikologis yang berpandangan bahwa semua tindakan diarahkan untuk mencapai kenikmatan dan menghindari penderitaan.

2. Hedonisme etis yang berpandangan bahwa semua tindakan ‘harus’ ditujukan kepada kenikmatan dan menghindari penderitaan.

Kritik terhadap hedonisme ialah bahwa tidak semua tindakan manusia hedonistis, bahkan banyak orang yang tampaknya merasa bersalah atas kenikmatan-kenikmatan mereka. Dan hal ini menyebabkan mereka mengalami penderitaan. Pandangan Hedonis psikologis ialah bahwa semua manusia dimotivasi oleh pengejaran kenikmatan dan penghindaran penderitaan. Mengejar kenikmatan sebenarnya tidak jelas, sebab ada kalanya orang menderita dalam rangka latihan-latihan atau menyertai apa yang ingin dicapai atau dikejarnya. Kritik Aristoteles ialah bahwa puncak etika bukan pada kenikmatan, melainkan pada kebahagiaan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kenikmatan bukan tujuan akhir, melainkan hanya “pelengkap” tindakan. Berbeda dengan John Stuart Mill yang membela Hedonisme melalui jalan terhormat, utilitarisme yaitu membela kenikmatan sebagai kebaikan tertinggi. Suatu tindakan itu baik sejauh ia lebih “berguna” dalam pengertian ini, yaitu sejauh tindakan memaksimalkan kenikmatan dan meninimalkan penderitaan. Maka, tidak semua orang mau dengan sendirinya mengambil alih penderitaan orang lain, tetapi sikap untuk memulai dan belajar dari sejarah mereka yang telah bersedia menderita untuk orang lain, adalah sikap yang bijak.

Reference: http://tatangyudiatmoko.multiply.com/journal/item/33






Tidak ada komentar:

Posting Komentar